ArtScience Museum di Singapura Benderang Kala MalamArtScience Museum di Singapura Benderang Kala Malam

Kekosongan dan Ketidakterbatasan

Kekosongan dan Ketidakterbatasan

Di Asia, Minimalisme sebagai gaya artistik dapat ditelusuri kembali hingga ratusan tahun sebelum mulai dikenal di Barat.  Ini berakar dari teks Sanskerta kuno yang dikenal sebagai Reg Weda.  Bagian dari konsep abstrak referensi teks Kekosongan dan Ketidakterbatasan ini, seperti ketiadaan, ketidakterbatasan, dan Kehampaan – gagasan yang telah memukau serta menantang seniman dan ilmuwan selama berabad-abad.

Falsafah timur, terutama Buddha Zen, dihadirkan dan memperoleh perhatian besar di Barat pada awal abad ke-20, sebagian melalui ajaran cendekiawan Jepang, D.T. Suzuki. Gagasan ini memukau berbagai seniman yang selanjutnya menjadi figur penting dalam bidang Minimalisme dan sejarah seni. Gagasan spiritualitas, temporalitas, dan siklus kehidupan terus mendukung karya berbagai seniman Asia kontemporer saat ini, termasuk seniman yang dikaitkan dengan Maksimalisme Tiongkok. 

Seniman di galeri ini: Song Dong, Tan Ping, Charwei Tsai
Karya seni yang ditampilkan
+40m karya Tan Ping (2012)

+40m karya Tan Ping (2012)

Cetak blok kayu di kertas, 20 x 4000 cm

Cetak garis sepanjang 40 m karya seniman Tiongkok Tan Ping ini ditampilkan sebagai karya utama visual dan konseptual dalam pameran Minimalism di ArtScience Museum. Garis tersebut diukir pada blok kayu dalam bentuk tak terputus oleh sang seniman selama periode waktu enam jam. Salah satu ujung garis terlihat dan beberapa lainnya tak terlihat. Hal ini mengingatkan kita pada ketidakterbatasan dan ketiadaan bentuk. Karya tersebut melambangkan estetika Minimalis, namun juga membawa kekuatan emosional luar biasa yang mengakar dalam pendekatan spiritual Maksimalisme Tiongkok. 

Selagi menciptakan garis, Tan sepenuhnya melebur dalam proses pemahatan dan menulis bahwa “seluruh energi, pengalaman, dan pemahaman saya akan seni, serta perjuangan dalam diri saya, ditutup oleh momen penting saat pisau beradu dengan panel”. 

A Pot of Boiling Water karya Song Dong (1995)
Milik seniman terkait dan Pace Gallery

A Pot of Boiling Water karya Song Dong (1995)

12 bagian, 33,3 × 50 cm (masing-masing)

Seniman kontemporer Tiongkok Song Dong merancang pertunjukan, patung, dan instalasi yang mencerminkan pengertian ketidakkekalan dan kefanaan. Rangkaian gambar hitam dan putih yang ditampilkan ini merupakan dokumentasi kehidupan nyata. Gambar ini menunjukkan seniman yang menyusuri lorong jalanan di Beijing sembari menuangkan air mendidih dari ketel besar. Air yang dituang mengguratkan garis di tanah, sedangkan uapnya yang melayang meninggalkan jejak di udara. Uap ini menghilang dengan cepat, sedangkan airnya menguap perlahan hingga tidak meninggalkan jejak dari karya sang seniman.

Kesederhanaan tindakan dan fakta bahwa tidak ada yang tersisa setelah pertunjukan merupakan penghormatan terhadap gaya Minimalisme serta gerakan alami nan minimal sebagaimana ditampilkan dalam karya seniman tari Anna Halprin dan Simon Forti.  Hal ini pun mengingatkan pada karya Zhang Yu, yang ditampilkan di galeri pertama pameran.

Circle karya Charwei Tsai (2009)
Dipesan khusus oleh Fondation Cartier, Paris; Tata suara: Morning October 2008 karya Hayato Aoki
Dibeli tahun 2010 dengan dana dari Bequest of Grace Davies dan Nell Davies melalui Queensland Art Gallery Foundation, Koleksi Queensland Art Gallery

Circle karya Charwei Tsai (2009)

Video, saluran tunggal, format 4:3, warna dan suara (stereo), 40 detik (terus menerus)

Seniman yang berbasis di Taipei, Charwei Tsai, menciptakan karya seni pertunjukan yang sangat pribadi dan sering kali dikaitkan secara politis.  Dalam karya Circle, dia memanfaatkan ensō atau lingkaran tinta sebagai titik awal, meramaikan struktur lingkaran yang juga dibuat oleh beberapa seniman dalam pameran ini. Tsai menyapukan satu sentuhan kuas di permukaan balok es. Saat permukaan es meleleh, goresan tinta perlahan meluas dan luntur, hingga akhirnya tidak meninggalkan bekas. Video ini diputar berulang, sehingga seluruh proses terlihat berulang tanpa henti. Ensō — simbol alam semesta dan kehampaan, atau mu — dapat dimaknai sebagai metafora atas kefanaan dari keberadaan manusia, tempat segala hal yang diciptakan perlahan akan berlalu, hanya untuk bermula kembali.


BahanSuara >